Corak Beragama Kaum Fundamentalis Muslim
Foto istimewa |
Hari ini, tidak ada gerakan yang lebih berbahaya dari kaum ekstremisme Islam. Bentuk mereka sangat beragam dan banyak bentuk dari apa yang kita sebut sebagai gerakan fundamentalis ini harus dilihat sebagai satu gejala penting yang disebabkan sekaligus mengiringi modernitas. Sebuah kesalehan agresif mendorong mereka ke dalam praktik-praktik kehampaan moralitas yang cukup membahayakan bagi keragaman dan keberagamaan kita.
Sebagai suatu gerakan yang mengiringi modernitas, mereka tidak akan pernah bisa lenyap. Paling tidak ini merupakan kenyataan pahit yang terpaksa harus kita terima. Dalam rentang sejarah yang panjang, terbukti bahwa jika kita mengabaikan atau pura-pura menganggap mereka tidak berbahaya dengan mengunakan asumsi-asumsi modernitas yang kita miliki, mereka benar-benar tidak akan pernah bisa lenyap.
Keberadaan mereka tidak bisa ditumpas dengan aksi-aksi militer, kita perlu mendengar bahkan memahami kebutuhan macam apa yang mereka inginkan. Rasa putus asa mereka terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan modernitas, adalah sikap yang paling radikal dan berujung pada nihilisme yang sangat berbahaya.
Dalam banyak bentuknya, fundamentalisme yang paling kaku akan terjerumus pada tindakan terorisme. Tapi jumlah mereka sangat kecil, paling banyak mereka berada pada garis konservatisme dengan menjaga jarak terhadap sisi kehidupan modern. Jika sikap konservatif ini tidak dihargai yang bagi mereka adalah ancaman atas otoritas iman, justru akan semakin banyak mendorong mereka ke arah terorisme.
Kita masih ingat betapa sangat modern corak pemikiran Sayyid Qutb, tapi ketika sikap konservatifnya dinodai oleh kekerasan otoritas penguasa yang sekuler, kesadaran ekstremnya meningkat dan semakin tajam sehingga corak nalar Islam jenis ini pada akhirnya menjadi ancaman pemusnahan.
Cara kita beragama saat ini, sudah tidak lagi sama dengan orang-orang terdahulu bukan karena kita lebih pintar, tapi cara kerja pemikiran orang-orang modern sudah sangat berubah. “kebenaran” adalah sebentuk kata kerja yang harus memiliki kesesuaian dengan realitas. Orang-orang fanatik, fundamentalis, atau ektremis ingin menjalani iman seperti orang-orang terdahulu dengan sedikit semangat politik yang kekanak-kanakan.
Nalar Islam mereka harus dihargai, mereka takut karena kehidupan modern dianggap lebih banyak menjadi ancaman daripada membantu cara mereka beragama. Tidak mustahil jika modernitas adalah ancaman bagi hilangnya iman, karena ini juga bagian penting dari krisis spiritualitas yang membingungkan.
Kaum liberal dan sekuler tampaknya paling banyak merasa terancam dengan gerakan fundamentalis ini. Kekosongan Tuhan, kerapuhan moral, dan kurangnya martabat manusia adalah bagian penting dari krisis spiritualitas orang-orang modern. Mereka banyak mencari pegangan-pegangan baru, yang bagi sebagian fundamentalis adalah ancaman paling besar pemusnahan Kebenaran.
Bagi para pengkritik agama, sangat penting untuh memahami gerakan fundamentalisme ini dalam konteks sejarah panjang, betapapun tipikal iman mereka sangat baru dan tidak ditemukan ciri-ciri yang menyerupainya di masa lalu, namun semangat mereka sangat diwarnai era-era klasik dan pemahaman Islam yang mengatasi sejarah.
Ini adalah jenis iman yang menyimpang dan berbahaya.
Ada kejanggalan-kejanggalan serius yang harus disadari, di samping iman yang bersifat reduktif, kaum findamentalis ini kadang-kadang mendistorsi tradisi-tradisi yang sebenarnya coba mereka bela. Misalnya, sikap yang sangat selektif dalam membaca teks, sah-sah saja seseorang membaca teks berdasarkan logika iman yang mereka bangun, karena memahaman terhadap teks itu, di samping bersifat menggali, juga membawa makna ke dalam teks berdasarkan ideologi yang dimiliki.
Seperti, nalar kaum findamentalisme Islam banyak mengabaikan keragaman makna dan pluralisme dalam teks suci, sebagai gantinya, mereka mengutip ayat-ayat yang cenderung lebih agresif bukan hanya untuk membenarkan aksi-aksi teror kepada non-muslim, tetapi juga untuk menghakimi keyakinan yang sama. Mereka dalam banyak hal, mengabaikan seruan perdamaian yang menjadi inti teks suci atas relasi umat manusia di muka bumi.
Dalam imajinasi mereka, kata “perdamaian” dan “toleransi” hanya akan benar-benar ada ketika kekuasaan politik Islam yang terpusat telah terbentuk dan membangun ummat yang sebaik-benarnya. Ini adalah mimpi absurd dan omong kosong dalam kesadaran yang membeku.
Khazanah Islam yang begitu kaya dan berbobot, harus menanggung beban berat atas sikap agresif segelintir kaum fanatik ini yang tidak hanya merusak citra Islam di mata dunia internasional, tetapi juga merusak selera Tuhan atas kasih yang tak terbatas.
Artikulasi religius yang sempit terhadap segala bentuk kehidupan, membuat mereka merasa semakin terancam dengan modernitas. Bayangkan, jika ada lebih dari satu milyar umat Islam yang hidup di bumi ini dan beberapa persen saja menganut ide-ide radikal yang keras, lalu tidak disikapi secara bijak dan beradab, khususnya oleh para pemegang kekuasaan dan perumus kebijakan, maka dipastikan masa depan akan di isi oleh kegelapan moralitas yang begitu dalam. Kemajuan tak lagi menjadi harapan indah di masa mendatang.
Rohmatul Izad. Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Filsafat UGM Yogyakarta. [Islampers.com]
Advertisement
Baca juga:
Komentar