Mengenal Surabaya Black Hat (SBH) yang Diburu FBI
Foto (berita-satu) |
Islampers.com - Surabaya
Awal pekan ini polisi mengumumkan kabar menghebohkan bahwa mereka telah mengungkap sebuah jaringan peretas situs internet berbasis di Surabaya yang menjadi perhatian Biro Penyidik Federal Amerika Serikat atau FBI (Federal Bureau of Investigation).
Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya bekerja sama dengan Polda Jawa Timur telah menangkap tiga tersangka, dan memburu tiga lainnya dengan tuduhan kelompok ini telah meretas dan mengakses secara ilegal ribuan situs di berbagai negara.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Prabowo Argo Yuwono mengatakan pengungkapan kasus ini bermula dari adanya informasi yang masuk dari Internet Crime Complaint Center (IC3), pusat pelaporan kejahatan internet di New York yang dinaungi FBI.
IC3 memonitor ada peretasan sistem elektronik di sekitar 44 negara.
"Jadi negara-negara itu mengalami peretasan semua. Dicek ada 3.000an lebih sistem elektronik yang diretas. Kemudian setelah dilihat dan dianalisis, ternyata itu bermuara di Indonesia," ujar Argo, Selasa (13/3) lalu.
Penyelidikan lebih lanjut menemukan bahwa para peretas itu berasal dari kelompok Surabaya Black Hat (SBH).
Namun, benarkah para tersangka yang masih muda belia itu mampu melakukan kejahatan transnasional berbasis teknologi informasi yang demikian canggih? Simak pengakuan salah satu pentolan SBH dalam wawancara khusus dengan Beritasatu.com, Kamis (15/3).
Eksis Sejak 2011
Nama kelompok Surabaya Black Hat menjadi perbincangan masyarakat setelah tiga oknum anggotanya KSP (21), NAP (21) dan ATP (21) diduga melakukan tindak kejahatan membobol 3.000 sistem elektronik, di 44 negara.
Kelompok seperti apa sebenarnya Surabaya Black Hat itu, dan siapa orang-orang di dalamnya?
Zulham Akhmad Mubarrok (33), yang mengaku sebagai anggota Dewan Penasihat Surabaya Black Hat, mengatakan kelompok itu berdiri pada 20 September 2011, dipelopori pemuda Kota Surabaya yang gemar dunia teknologi.
"Komunitas ini kami dirikan tahun 2011. Pendirinya ada banyak. Cuma saya tidak bisa sebut, karena mereka pakai identitas nama onlinenya, nama anonymous,” ujar Zulham.
“Awalnya kita fokus pada pendidikan tentang IT (information technology). Salah satunya memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang keamanan internet. Kita sering mengadakan seminar terbuka bagi kalangan pekerja yaitu peminat dunia teknologi informasi."
Dikatakan, secara global anggota kelompok SBH mencapai sekitar 1.500 orang. Namun, yang aktif mengikuti dan menggelar kegiatan hanya sekitar 50 orang.
"Banyak dari kita hanya online, artinya kita hanya bisa ketemu di website dan lainnya. Kami mempunyai website SurabayaBlackhat.org, ada sosial medianya, bisa dilihat ada kegiatan bersama. Di website ini kita sharing, tanya jawab, terkait informasi-informasi terkini seputar teknologi informasi," ungkapnya.
"Dulu kami berkomunikasi di Kaskus dan forum-forum diskusi lainnya. Tapi akhirnya kami membuat website sendiri. Itu merupakan salah satu media kami untuk berkomunikasi secara global dengan anggota-anggota kami di seluruh dunia."
Membantu Polisi
Zulham menolak apabila SBH disebut sebagai kelompok kriminal. Menurut klaimnya, SBH merupakan kelompok pegiat IT yang memiliki agenda atau program sosial yang tidak bertentangan dengan hukum. Bahkan, anggotanya turut membantu kepolisian dalam pengamanan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) terkait kejahatan siber atau hoax di media sosial.
"Kalau secara personel terhadap tiga anggota kami yang sudah diproses hukum di Polda Metro, kami tidak bisa intervensi karena itu proses hukum yang sudah berjalan. Tetapi ketika Polda Metro menilai SBH itu organisasi kriminal, itu yang tidak bisa kami terima. Karena bisa dilihat dari reputasi SBH ini," katanya.
"Anggota kami banyak anak muda, bisa dicek. Bahkan untuk pengamanan Pilkada Jawa Timur, kami diundang secara formil oleh Kapolda Jatim bapak Machfud (Irjen Pol Machfud Arifin) untuk ikut membantu pengamanaan secara siber terkait Pilkada Jawa Timur terutama dari serangan hoax dan serangan siber. Saya kira tidak bisa digeneralkan. Masa iya, polisi mau bekerjasama dengan organisasi yang isinya pelaku kriminal? Kan tidak mungkin."
Ia pun menyampaikan, memiliki bukti foto kalau tersangka KPS turut membantu Polda Jawa Timur dalam pengamanan Pilkada.
Anggota SBH (tanda panah) berinisial KPS yang ditahan polisi karena tuduhan peretasan dalam sebuah foto berlokasi di Surabaya namun tak bertanggal. (Berita-Satu) |
"Ya itu (foto) waktu diundang pengamanan Pilkada. Betul itu (tersangka KPS)," ucapnya.
Ia mengungkapkan, secara personal anggota SBH banyak memiliki usaha jasa pengamanan internet dan mayoritas kliennya juga kepolisian.
"Saya misalnya punya usaha IT, klien saya kepolisian semua. Lantas karena saya bagian dari SBH, 'Oh ini SBH yang identik dengan perilaku kriminal.' Kan tidak bisa dipukul rata. Ini yang kami sayangkan dari pernyataan kepolisian," jelasnya.
Menurutnya, ketiga orang yang diduga melakukan peretasan sistem elektronik di puluhan negara, termasuk salah satunya pemerintahan Kota Los Angeles, California, Amerika Serikat, itu merupakan oknum anggota.
"Iya oknum. Di komunitas ini aturannya jelas, bila melanggar hukum dan melanggar aturan yang berlaku di Indonesia, ya sudah silakan diproses secara hukum karena ini negara hukum," kata CEO Agranirwasita Technology itu.
Ihwal apakah tindakan yang dilakukan tiga tersangka melanggar hukum atau tidak, Zulham enggan mengomentari perihal kasusnya.
"Saya tidak mau komentar tentang kasus ini, karena kan mereka tersangka. Pembuktian mereka melanggar hukum atau tidak kan bukan saat ini, tapi di persidangan," tandasnya.
Sumber: BeritaSatu.com
Advertisement
Baca juga:
Komentar