Narasi Pemberantasan Narkoba dan Terorisme

Logo BAANAR (Badan Ansor Anti Narkoba)
Islampers.com - Jakarta
Oleh: Nur Faizin

Motif perdagangan narkotika tidak melulu tentang bisnis. Jauh dari itu, ia juga merangkap sebagai 'benteng' yang ikut mendorong kejahatan lainnya seperti terorisme. Perselingkuhan ini tersingkap ketika United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) pada tahun 2017 lalu mengeluarkan rilis keterkaitan keduanya.

UNODC menyebut bahwa beberapa organisasi teroris terindikasi, seperti Taliban, mendapatkan keuntungan dari penjualan obat terlarang tersebut untuk melancarkan aksi terorisme. Ini masuk akal mengingat jangkauan dan dampak Talibanisasi di berbagai negara kian berkembang dan besar. Bahkan disebutkan, nyaris separuh dari pendapatan Taliban berasal dari penjualan obat terlarang. Sebesar 85 persen dari budi daya opium di Afganistan berada di bawah kendali Taliban.

Sebenarnya, tahun-tahun sebelumnya indikasi perselingkuhan penjualan narkotika dan aksi terorisme sudah nyata di depan mata. Melalui forum International Drug Enforcement Confernce (IDEC) ke-29 di Nusa Dua, Bali, pada tahun 2012,  sebagaimana dilansir merdeka.com, Michele Leonhart, administrator Badan Antinarkotika Amerika Serikat (DEA) mengatakan bahwa sindikat narco-terrorism makin mengkhawatirkan karena makin menyatu dan menguat untuk saling memenuhi kebutuhan.

Secara spesifik, di kawasan Asia, Michele menyebut kasus tertangkapnya seorang warga Indonesia yang menyelundupkan heroin senilai USD 150 juta, berkaitan erat dengan pendanaan Taliban. Artinya, pendapatan itu digunakan untuk operasional Taliban termasuk di dalamnya melakukan aksi terorisme. Dari fakta-fakta di atas, sudah jelas bahwa pengedaran narkoba juga bertendensi, bahkan ‘resmi’ mempunyai hubungan intim dengan kejahatan-kejahatan terorisme.

Momentum

Bisa dikatakan, fenomena peredaran obat-obat terlarang menjadi fenomena yang multidimensi. Obat-obatan terlarang seperti narkoba tidak hanya berefek negatif pada kesehatan, sosial, dan ekonomi, tetapi juga pada tatanan perdamaian dunia. Siapa sangkal, jika narkoba terus mendapatkan tempat empuk dalam hal peredarannya tanpa melalui perlawanan dari berbagai pihak, otomatis akan semakin menguatkan kejahatan yang menimbulkan kerentanan perdamaian dunia. Salah satunya seperti aksiterorisme yang sebagian besar pasokan senjatanya dibiayai dari pendapatan perdagangan barang haram ini.

Dalam kancah Internasional, respons terhadap fenomena di atas adalah hadirnya Hari Anti Narkotika Internasional (HANI). Peringatan HANI tentu menjadi respon serius terhadap dampak dari sindikat perdagangan narkotika di dunia Internasional. Peringatan HANI sekaligusmenjadi momentum memberantas narkotika, termasuk di Indonesia.

Presiden Joko Widodo menetapkan Indonesia sebagai negara yang berada pada kondisi darurat narkoba. Tentu saja ini bukan slogan yang sewaktu-waktu bisa dihiraukan kapan saja, tetapi menjadi peringatan yang mengajak kita semua untuk awas terhadap narkoba dan segala jenisobat terlarang. Pasalnya, Indonesia tidak sekadar menjadi tempat transit, tetapi menjadi pasar peredaran narkoba yang cukup mengkhawatirkan.

Pada periode Januari-Desember 2017, Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkap sebanyak 46.537 kasus narkoba dan 27 kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bersumber dari kejahatan narkoba. Fenomena ini tentu menimbulkan rasa cemas, mengingat semakin besarnya permasalahan narkoba di Indonesia. Lantas, bagaimana kita mengambil langkah solusi?

Langkah

Gerakan Pemuda Ansor sebagai organisasi yang mempunyai visi kepemudaan dan keislaman yang rahmatan lil ‘alamin, sudah nyata untuk ikut serta dalam arus besar perang melawan narkoba. Kita menyadari bahwa sebagian besar pengguna narkoba adalah pemuda. Kian terus meningkat jumlah penggunanya di satu sisi, dan sisi yang lain kejahatan terorisme juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari narkoba.

Visi kepemudaan dan keislaman kemudian diturunkan pada tataran yang lebih praktis sebagai upaya pemberantasan narkoba serta bahayanya. Tugas mulia ini diemban Badan Ansor Anti Narkoba (Baanar) sebagai lokus pergerakan Gerakan Pemuda Ansor. Baanar ini yang menerjemahkan gagasan besar kepemudaan dan keislaman di tubuh Ansor dalam kaitannya dengan narkoba.

Sebagaimana disinggung di atas, sindikat narco-terorism (narkoba dan terorisme) menjadi fenomena yang jelas mengkhawatirkan. Sebab berpotensi memecah perdamaian dunia. Ditambah lagi dengan kondisi darurat narkoba di Indonesia, yang disadari atau tidak, ikut berpatisipasi ‘menyumbang’ pendanaan aksiterorisme. Sedangkan di waktu bersamaan, visi keislaman yang tujuannya menjaga perdamaian dunia patut ditegakkan.

Artinya bahwa, visi keislaman tersebut tidak memberikan celah sedikit pun terhadap upaya-upaya yang bisa mendegradasi perdamaian dunia, yang tidak dinyana salah satu faktornya bersumber dari perdagangan narkoba. Maka menjadi logis apabila, salah satu upaya menjaga ketertiban dunia salah satunya dengan cara menghentikan arus perdagangan narkoba, terutama di Indonesia.

Tentu saja ini memerlukan langkah yang pas. Menggugah kesadaran terkait bahaya narkoba serta dampak multidimensi yang menjadi ekor dari perdagangan narkoba perlu terus-menerus dikampanyekan. Dengan masifitas kampanye melawan peredaran narkoba perang terhadap narkoba tidak hanya didasari pada penyelematan individu dari bahaya narkoba, melainkan juga ikut serta menjaga ketertiban dunia dengan melibatkan pemuda sebagai agennya.

Penulis adalah alumnus Pascasarjana Sosiologi UGM Yogyakarta. Kini Sekretaris Nasional Badan Ansor Anti Narkoba (BAANAR) Pimpinan Pusat Geraoan Pemuda Ansor. [Islampers.com]

Source : Nu.or.id
Advertisement

Tidak ada komentar

Silahakan berkomentar sesuai artikel