Hukum Membawa HP Yang di Dalamnya Berisi Al Quran 30 Juz Dalam Keadaan Berhadast

Foto Goggle


Islampers.com - Surabaya
Perkembangan teknologi yang semakin canggih, membuat masalah yang rumit bisa menjadi mudah. Dulu ketika orang mau mengaji,  Al Quran harus dibawa  dengan mushafnya, namun sekarang ini,  ketika membaca atau mengaji,  Al quran  bisa diakses melaluhi HP atau smartphone lainya.

Berbagai pendapat pro dan kontra tidak bisa dihindari dari perkembangan teknologi. Hal mendasar yang harus dilakukan sebelum membawa  Al Quran ialah dalam keadaan suci dari hadast kecil maupun besar. Namun, bagaimana jika membawa Al quran melaluhi Hp atau smartphone dalam keadaan najis atau berhadast?. Pertanyaan ini sering muncul di masyarakat terutama kaum awam atau kaum yang pengetahuan agamanya rendah. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan keraguan dalam menjalankan perintah agama.

Pertanyaan tentang boleh- tidaknya membawa HP yang berisi Al quran 30 juz dalam keadaan berhadast , dijelaskan oleh Tim Lembaga Batsul Masail(LBM) PCNU Kota Surabaya. Tim LBM PCNU Kota Surabaya menjelaskan bahwa “ membawa HP atau sejenisnya yang didalamnya terdapat Al Quran 30 juz dalam keadaan berhadast, diperbolehkan(tidak diharamkan), karena Al Quran yang ada di HP dan sejenisnya tidak dikategorikan mushaf”

Dasar Pengambilan hukum tersebut berasal  dari kitab Nihayah Al-Muchtaj, 124) yang menerangkan:;  “(Haram menyentuh Mushaf) baik secara hakikat atau tidak, semisal cap stempel, seperti yang akan dijelaskan berikutnya. Dari sini disimpulkan bahwa (keharaman menyentuh tulisan Al Quran ) haruslah berupa tulisan biasa, sehingga kalau Al Quran dituliskan  pada sebatang kayu dengan tujuan pembelajaran (dirasah), maka tidak haram menyentuh bagian kayu yang tidak bertuliskan Al Quran (Zayyadi). Dapat diambil kesimpulan pula bahwa bila Al Quran dituliskan pada sebilah kayu dan dijadikan alat stempel pada kertas dengan tujuan membaca, maka tidak boleh. Dan tidak masuk kategori mushaf, jika sebuah kertas digunting menyerupai huruf Al Quran (seperti dekorasi), maka tidak haram.”

Penulis: M. Diyan Saifudin
Sumber: Tim Lembaga Bahtsul Masai(LBM) PCNU Kota Surabaya

Advertisement

Tidak ada komentar

Silahakan berkomentar sesuai artikel