Kaidah Kopi: Menghargai Perbedaan dalam Secangkir Kopi


Islampers.com - Kudus. "Islam itu bagai Kopi. Terbuat dari biji kopi yang sama dan warna hitam yang sama. Tapi bisa jadi Kopi itu berbeda-beda di tiap daerah dan cita rasanya."

Pernah nggak lur, sampeyan minum kopi Sachetan yang biasa dijual di Kelontong dengan Kopi Lasem atau Jetak asli, misal. Pasti akan berbeda cita rasa dan warnanya. Padahal sama-sama kopi dan sama-sama hitam meski kehitamannya pun berbeda cirinya.

Dari penggalan kalimat di atas, kita bisa merenungi betapa Islam itu Satu Tubuh. Menguatkan satu dengan lainnya, sabda Rasul.
Tetapi, pernah kah kita memikirkan bahwa Islam pun bisa beraneka ragam aliran dan sektenya? Padahal sumbernya sama. Dari Al Qur'an dan Hadits. Koq bisa ya?

Coba simak ayat ini:

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ (هود: 118)

Artinya: "Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat" (QS. Hud: 118)

Kalau kita nderek dawuhnya Prof. Quraish Syihab dalam tafsir Al Misbah nya. Beliau berpesan bahwa intinya Allah bisa koq membuat Islam itu menjadi satu ummat. Menjadi satu aliran misal. Tetapi Allah berkehendak membuat perbedaan dalam pemikiran Islam. Berbeda dalam masalah Furu'iyah (Cabang-cabang Agama) bahkan ada yang berbeda masalah Ushuliyah (Inti Agama) seperti Akidah misal. Perbedaan ini timbul bisa jadi karena ego golongan, perbedaan pemikiran dan cara penggalian hukum, bahkan bisa jadi karena geografis dan kebudayaan.

Ibarat kopi bisa berbeda cita rasa dan warnanya, bisa jadi karena berbeda cara mengolahnya, letak geografisnya, bahkan tempat penyimpanan dan penggilingan kopi pun bisa menjadikan beda nama kopinya. Contohnya Kopi Jetak yang hanya karena masalah geografis dan cara pengolahan yang berbeda, membuat cita rasanya ikut berbeda beserta nama kopinya.

Senada kalau kita membaca dan memahami penggalan Kalimat dari Sang Sufi Agung, Maulana Jalaluddin Rumi (QS) dalam kitab Fihi Ma Fihi nya:

"Tidak penting bahwa mereka memahami semangat batin kata-kata
Akar permasalahanya adalah kata-kata itu sendiri dan mereka mamahami itu.
Di atas segalanya
Semua orang mengakui keesaan Tuhan
Bahwa Dia sang pencipta dan pemelihara
Bahwa Dia mengatur segalanya dan kepadaNya segala sesuatu kembali
Bahwa Dia akan memberikan pahala dan pengampun.
Siapa pun mendengar kata-kata ini yang merupakan uraian dan ingatan kepada Tuhan,
Emosi universal dan hasrat ekstase terjadi
Karena dari kalimat-kalimat ini muncul wangi Sang Kekasih pencarian mereka."

Rumi Discourses Of Rumi, Fihi Ma Fihi [1977:108-109]

Lalu, untuk apa sih perbedaan ini diciptakan?
Simak kalam Sang Kekasih berikut:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (الحجرات: 13)

Artinya: " Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al Hujurat:13)

Sekarang kita konsentrasi di kata لتعارفوا
Kalau kita teliti pakai kaidah Sharaf maka تعارف-يتعارف berasal dari Wazan تفاعل-يتفاعل yang memiliki faidah للمشاركة بين الإثنين فأكثر.
Atau bisa dipermudah artinya, yang aslinya "melakukan" menjadi "saling melakukan." Kalau ditarik aslinya dari kata عَرَفَ - يَعْرِفُ yang artinya "mengetahui, mengenal, menyadari." Ketika berubah menjadi wazan diatas maka artinya menjadi "Saling Mengetahui, Saling Mengenal, Saling Menyadari."
Atau kalau kita bisa nyimak Kata Ta'aarafu dari Tafsir Jalalain berikut:

"Lafal Ta'aarafuu asalnya adalah Tata'aarafuu, kemudian salah satu dari kedua huruf Ta dibuang sehingga jadilah Ta'aarafuu; maksudnya supaya sebagian dari kalian saling mengenal sebagian yang lain bukan untuk saling membanggakan ketinggian nasab atau keturunan, karena sesungguhnya kebanggaan itu hanya dinilai dari segi ketakwaan."

Ya, begitulah.. Perbedaan ini sengaja Allah ciptakan untuk apa? Ya, supaya Saling mengenal, saling mengetahui dan saling memahami. Final nya adalah kita akan saling Mencintai. Bukankah "tak kenal maka tak sayang"? Supaya kita bisa paham, oh.. ini lho Kopi Jetak, ini lho Kopi Joss, ini lho Kopi Lasem, Ini lho Kopi Aceh Gayo, ini lho Kopi Lampung, dan lain sebagainya. Sehingga finalnya, kita bisa dianggap sebagai "Pecinta Kopi Sejati". Leres?

Bayangin deh, apabila sesama penikmat kopi saling bentrok hanya karena beda selera. Sangat nggak lucu kalau kita bayangkan penikmat Kopi Aceh Gayo atau Kopi Luwak merasa kopinya lebih otentik dan lebih nikmat dibanding kopi yang lainnya sehingga membuat penikmat kopi yang lainnya tersungging.. eh, tersinggung maksudku. Heuheuheu...

Bahkan nggak lucu juga sih kalau sesama penikmat kopi saling bentrok karena beda selera kopinya. Apalagi kalau sudah jatuhnya ke kopi yang tidak otentik hitam. Kopi Esspresso atau Capuccino misal. Sudah beda cita rasa lagi bukan?

Jadi, menghargai perbedaan itu harus. Supaya kita bisa cerdas dalam menyikapi kehidupan fana' ini. Sehingga akhir kisah kehidupan kita berakhir Sempurna. Penuh kedamaian dan pengetahuan yang luas akan perbedaan. Saling tebar kasih sayang Tuhan di muka bumi dan ujung-ujungnya, semua akan kembali kepada Allah. Dia lah Zat yang pantas tuk Dicintai. Betul?

Wallahu A'lam Bis Showab.

Penulis: M. A. Zaenal
Dari berbagai sumber
Advertisement

Tidak ada komentar

Silahakan berkomentar sesuai artikel