Islampers.com - Jakarta
Alhamdulillah, Akhirnya kita bisa berjumpa kembali di bulan Ramadhan kali ini, bulan yang penuh berkah. Seluruh umat Islam pada bulan ini di wajibkan untuk berpuasa Ramadhan, perintah ini tepatnya jatuh pada tahun ke-2H. Sebelum meletusnya perang Badar (perang Badar terjadi pada 17 Ramadhan tahun ke 2H).
Umat sebelumnyapun diwajibkan berpuasa semenjak umatnya Nabi Nuh As. Sampai masa awal Islam. Yaitu Kewajiban puasa tiga hari setiap bulanya. Lalu pada Tahun ke-2H Allah mewajibkan puasa pada bulan Ramadhan kekhususan untuk umat Nabi Muhammad Saw.
Diantara Keutamaan Bulan Ramadhan ialah tidak di ketahui berapa banyak kali lipat pahala puasa kecuali Allah yang tahu, begitu juga pintu surga di buka lebar, dan dan pintu neraka di tutup, bahkan Allah Swt. Membebaskan panghuni neraka setiap harinya. Dan kita yang masih hidup mendapatkan ampunan atas dosa yang pernah kita lakukan dengan catatan kita berpuasa tidak hanya menahan lapar dan haus saja, tapi juga di barengi dengan ketaatan menjalankan kewajiban dan larangan, berupa menjauhi ghibah, mencaci, dengki dan sifat tercela lainya. Sebagaimana Rasulullah Saw. Bersabda :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu diampuni”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Para salafusholih mempergunakan bulan ramadhan ini dengan semaksimal mungkin untuk beribadah, karena ada keistimewaan didalamnya dibandingkan dengan bulan lainya. Namun tidak semua orang berkewajiban puasa terkecuali orang yang memenuhi syarat wajib puasa ramadhan.
Sebelum masuk syarat wajib puasa disana ada syarat sahnya puasa; dalam artian kapan seseorang dikatakan sah puasanya? meski tidak wajib bagi mereka. syarat sahnya puasa yaitu :
1. Islam. Pengecualian orang kafir tidak sah puasanya
2. Berakal, pengecualian orang gila tidak sah puasanya.
3. Dalam keadaan suci; dalam artian tidak dalam haid.
4. Mengetahui waktu puasa; dalam artian bukan waktu yang diharamkan untuk berpuasa.
Semua ini syarat dimana seseorang dikatakan sah puasanya.
Adapun kapan seseorang diwajibkan puasa jika memenuhi syarat berikut, yaitu :
1. Islam, pengecualin orang kafir atau orang murtad tidak sah dan tak pula wajib puasa
2. Baligh, pengecualian anak kecil yang belum baligh, maka tidak wajib puasa namun sah jika ia mau berpuasa, jika tidak hendaknya orang tua menegurnya dan memukul dengan pukulan didikan sebagai pembelajaran jika sudah berumur 10 tahun.
3. Berakal, pengecualian orang gila tidak wajib dan tidak sah jika ditengah hari tiba-tiba gila walau sebentar, berbeda dengan orang mabuk, jika full seharian penuh, maka ga sah tapi jika sebentar dan sembuh pada hari itu pula, maka sah puasanya.
4. Mampu untuk melaksanakan puasa, pengecualian orang sakit yang tak mampu untuk berpuasa ataupun orang tua renta yang tak memungkinkan berpuasa, ataupun musafir maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
Ketika salah satu dari ke empat syarat ini tak terpenuhi, maka tidak di wajibkan untuk berpuasa.
Adapun Rukun puasa, hal yang wajib dilakukan ketiaka ia melaksanakan puasa, sebagai berikut :
1. Niat pada malam hari mulai terbenamnya matahari sampai sebelum masuk waktu fajr dan itu dilakukan setiap hari, boleh niat satu kali yaitu niat puasa sebulan penuh pada malam pertama, contoh: saya niat puasa bulan Ramadhan Sebulan penuh lillahi ta'ala. Sebagai taqlid mengikuti pendapatnya Madzhab Imam Malik.
2. Menahan dari segala yang membatalkan puasa, seperti makan, hubungan intim dll. Mulai dari terbit fajar sampai terbenammya matahari.
Permasalahan : jika ada orang yang tak mampu berpuasa dikarenakan ia bekerja berat seperti kuli, atau petani dsb. guna menafkahi keluarganya karna suatu kewajibanya, dan jika bekerja sambil berpuasa, maka ia akan mendapatkan bahaya pada dirinya, seperti jatuh sakit dsb. Tapi kalau ia meninggalkan kerjanya, maka ia menelantarkan keluarganya (tidak ada yang menafkahinya) dan disisi lain dia juga wajib berpuasa, lalu bagaimana solusinya.?
Dari sini Ada dua kewajiban baginya, Kewajiban menafkahi keluarga dan kewajiban puasa, mana yang harus ia pilih.?
Dalam kaidah Ushul Fiqh
الواجب لا يترك الا لواجب
Artinya: "Kewajiban tidak bisa ditinggalkan kecuali karna kewajiban lainya"
Dari kaidah ini diperbolehkan bagi seseorang memilih kerja karna kewajibanya menafkahi keluarga dan meninggalkan puasa dan di qodho dilain waktu (setelah Ramadhan). Namun para Ulama fuqaha memberikan syarat-syarat yang harus ia penuhi jika ia meninggalkan puasa dikarenakan bekerja. Jika dari ke enam syarat dibawah ini terpenuhi, maka diperbolehkan baginya untuk meninggalkan puasa.
Adapun syarat-syaratnya yaitu :
1. Pekerjaanya tidak bisa di undur ke bulan Syawal; Dalam artian memang harus dilakukan di bulan Ramadhan tidak bisa ditunda Seperti panen padi dsb.
2. Pekerjaanya tidak bisa dilakukan pada malam hari, artinya pekerjaanya hanya bisa dilakukan disiang hari saja.
3. Memberatkan baginya untuk berpuasa sekiranya ketika berpuasa akan membahayakan dirinya seperti jatuh sakit dikarenakan pekerjaanya yang berat dsb.
4. Wajib niat puasa pada malam harinya, dan pada siang harinya dalam keadaan puasa, dia boleh buka ketika adanya dharar (bahaya).
5. Niat tarakhus(mendapat keringan) dengan berbuka ; dalam artian ketika ia makan atau sebagainya maka niatkan itu karna mendapatkan keringan sebab ada pekerjaan yang berat, bukan kesengajaan tidak mau berpuasa.
6. Tidak menyengaja pekerjaanya untuk mendapatkan tarakhus/keringanan semata.
Jika salah satu dari ke enam ini tak terpenuhi, maka dihukumi berdosa dan wajib mengqodhonya secara faur(tidak boleh ditunda, wajib diqodho pada bulan syawal) serta membayar fidyah, dikarenakan ia tidak berpuasa secara sengaja dan tanpa adanya udzur (halangan).
Mari sempurnakan puasa dengan menjaga lisan, prilaku dari yang tidak baik serta menata hati, menyibukan dengan ibadah dibulan penuh berkah ini..
Wa Allahu 'alam.....
Semoga bermanfaat....
Di tulis oleh: Tiyar firdaus, jumat 04 Ramadhan 1442 H.
Di Rubath Imam Syafi'i Hadhramaut, yaman.
(Disari dari kitab Bughyah Al-Mustarsyidin)
Advertisement
Baca juga:
Komentar